Minggu, 15 Juni 2008

Jurus Ampuh Agar Siswa Pintar Menulis Resensi

Oleh: M. Haninul Fuad*)

Sesungguhnya, kegiatan menulis resensi bagi siswa merupakan cara yang ampuh untuk belajar menulis (mengarang) dan mengakrabi dunia sastra. Siswa akan terbebas dari sindrom hapal teori dan tidak tahu bagaimana mempraktekannya. Karena teori adalah alat, bukan obyek. Dengan hafal teori dan tidak tahu penerapannya berarti kita telah mengeksplorasi alat. Padahal, yang harus kita eksplorasi dan kita gali lebih dalam adalah obyek. Hanya ada tiga jurus di dunia ini yang paling ampuh agar siswa pandai menulis resensi. Yang pertama, membaca. Yang kedua, membaca. Dan yang ketiga, membaca. Jadi, selamat membaca!


Siapa bilang menulis itu sulit? Buktinya, setiap hari kita selalu menulis. Menulis pelajaran di sekolah, menulis pesan untuk ayah dan ibu ketika kita meninggalkan rumah, menulis daftar belanjaan yang dipesankan ibu, menulis surat untuk teman dekat kita di sekolah, menulis…, menulis…., dan menulis. Intinya, kita tidak dapat terlepas dari kegiatan menulis setiap hari. Lalu, kenapa kita selalu mengeluh tidak bisa ketika guru Bahasa dan Sastra Indonesia menugaskan untuk membaca kemudian membuat resensi buku?
Ada banyak hal mengapa menulis resensi menjadi begitu sulit. Pertama, kita terlanjur memvonis bahwa membaca buku itu pekerjaan yang membosankan. Kedua, kita terlanjur meyakinkan diri kita bahwa kita bukan seorang penulis. Ketiga, barangkali kita telah beranggapan bahwa menulis resensi adalah pekerjaan yang sia-sia dan tidak akan menghasilkan apa-apa. Dengan kata lain, kita belum tahu manfaat menulis resensi buku. Keempat, dan seterusnya, tentu masih banyak vonis-vonis pada diri kita yang membuat pekerjaan menulis resensi buku terasa berat dan membosankan.
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah membuang jauh-jauh anggapan-anggapan salah tersebut. Kita adalah penulis! Penulis bukan hanya orang yang tulisannya selalu nongol di halaman media massa nasional. Setiap orang yang menulis, apapun itu, dia adalah penulis. Kita tahu, asal kata “penulis” adalah “tulis” yang mendapat prefik “pe” yang kemudian artinya menjadi orang yang melakukan kerja menulis. Tidak ada batasan apa yang ditulis.
Keuntungan yang bisa kita dapat dari menulis resensi buku antara lain: (1) paling sedikit, dapat menggairahkan minat membaca kita sendiri, (2) menambah wawasan dan pengetahuan dari apa yang kit abaca; sekaligus juga dapat mengetahui dan memahami isi buku yang bersangkutan, (3) dapat mempertajam sikap kritis, (4) belajar dan sekaligus dalam rangka mempermahir menulis, (5) jika dikirim ke salah satu media massa dan beruntung dapat dimuat, maka dengan sendirinya tulisan kita akan dibaca orang yang pada gilirannya, orang pun akan mengenal nama kita, (6) sebagai akibat dari butir (5) maka kita pun akan memperoleh imbalan yang lumayan dari media massa yang bersangkutan, (7) menjalin hubungan baik dengan pengarang dan penerbitnya. Secara idealis, berdialog dan berbagi pengalaman dengan pembaca yang lain (Maman S. Mahayana: 2005).
Setelah mengetahui beberapa manfaat dari kegiatan menulis resensi, yang harus kita lakukan adalah menanamkan dalam-dalam pada diri kita bahwa menulis resensi adalah pekerjaan yang mudah. Karena resensi adalah salah satu jenis karya reproduksi. Artinya, dalam menulis resensi kita hanya memindahkan gagasan orang lain ke dalam tulisan kita dengan bahasa dan gaya ungkap kita sendiri.
Sebagai hasil reproduksi resensi harus disajikan lebih menarik. Penilaian kita terhadap ide orang lain yang kita reproduksi menjadi hal yang wajib agar resensi yang kita buat menjadi karya yang orisinil. Penafsiran terhadap buku yang kita baca dan kita buat resensinya, akan menuntun kita dalam menilai sebuah buku. Berangkat dari penafsiran kita menuju pada poin-poin penting tentang kelebihan dan kekurangan buku. Dengan begitu, orang yang membaca resensi tidak merasa membaca ringkasan atau resume buku.
Dari uraian tersebut di atas tersirat bahwa membaca adalah syarat wajib dalam menulis resensi buku. Tanpa membaca, mustahil kita dapat menulis resensi buku. Tanpa membaca, apa yang akan kita reproduksi? Ketuntasan dalam membaca berpengaruh juga pada kualitas resensi. Ibaratnya, jika inputnya jelek mustahil untuk mendapat output yang baik.
Jika kita lebih kreatif, kita bisa menyulap resensi kita menjadi artikel atau esai. Kita cukup membandingkan ide-ide dari buku lain, mengutarakan teori-teori yang terkait, dan mengkajinya lagi lebih dalam, maka resensi kita telah menjadi artikel. Karena resensi tidak perlu mendalam. Asal pembaca tahu apa ide-ide yang ada di buku yang diresensi dan pembaca tahu bagaimana penilaian peresensi sebagai kritikus buku maka semuanya sudah cukup. Dan memang begitulah resensi buku.
Sesungguhnya, kegiatan menulis resensi bagi siswa merupakan cara yang ampuh untuk belajar menulis (mengarang) dan mengakrabi dunia sastra. Siswa akan terbebas dari sindrom hapal teori dan tidak tahu bagaimana mempraktekannya. Karena teori adalah alat, bukan obyek. Dengan hafal teori dan tidak tahu penerapannya berarti kita telah mengeksplorasi alat. Padahal, yang harus kita eksplorasi dan kita gali lebih dalam adalah obyek.
Dengan menulis resensi siswa akan menjadi generasi kritis. Tuntutan untuk menilai ide dan gagasan orang lain dan menyampaikannya dengan bahasa yang santun, akan membentuk kepribadian siswa menjadi intelek normatif. Kalau mereka besar dan kemudian dipercaya oleh rakyat untuk mewakili duduk di kursi parlemen mereka tidak akan adu jotos ketika berselisih pendapat. Dan, yang terpenting dari semua itu adalah berkembangnya budaya tulis di tengah masyarakat dan kita akan sama-sama berkata: “Siapa bilang menulis itu sulit?”
Terakhir penulis mohon maaf jika pembaca merasa tertipu dengan membaca judul tulisan ini “Jurus Ampuh Agar Siswa Pintar Menulis Resensi”. Judul tersebut memang sengaja penulis buat seperti itu tidak lain agar pembaca penasaran, sebenarnya jurus apa sih yang akan diwariskan dari tulisan ini? Baiklah, sebagai permintaan maaf penulis akan mewariskan jurus tersebut. Hanya ada tiga jurus di dunia ini yang paling ampuh agar siswa pandai menulis resensi. Yang pertama, membaca. Yang kedua, membaca. Dan yang ketiga, membaca. Jadi, selamat membaca!

*) M. Haninul Fuad adalah Guru SMA Terbuka Mamba’unnur Gading Bululawang Malang, Penggagas kelompok diskusi “Taman Baca” Malang.

4 komentar:

taman baca mengatakan...

teman-teman komentar juga bisa dikirimkan ke email saya maxfuad@yahoo.com. Terima kasih atas sambutan hangatnya
salam.....
M. Haninul fuad

reza mengatakan...

jurusnya bener ampuh ga ya? oke deh tak cobae

reza mengatakan...

aq termasuk siswa yang susah nulis. moga-moga resepnya ampuh hehehe

reza mengatakan...

tn buanyak yoo..........!!!!!!