Selasa, 01 April 2008

Bahasa Jawa Vs Bahasa Malangan

Oleh: M. Haninul Fuad*)
Bahasa jawa yang kita kenal selama ini adalah bahasa jawa yang memiliki jenjang ngoko, kromo, dan kromo inggil. Setiap jenjang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misanya bahasa jawa ngoko, bahasa ini digunakan dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang derajatnya lebih rendah, atau minimal sejajar. Sedangkan kromo inggil digunakan ketika berkomunikasi dengan orang yang dihormati, orang yang lebih tua, dan orang yang memiliki kedudukan dalam pemerintahan. Bahasa jawa yang seperti inilah yang diajarkan di sekolah-sekolah saat ini.
Dalam perkembangannya, bahasa jawa dengan strukturnya yang berjenjang, mulai ditinggalkan khususnya oleh generasi muda. Mereka "menciptakan" bahasa baru yang sering kita istilahkan sebagai bahasa gaul. Sebagai alat komunikasi, bahasa gaul memang lebih efektif. Ini terbukti dengan semakin banyaknya pengguna bahasa ini, dan juga antar pelaku dalam kegiatan komunikasi tersebut terlihat adanya kontak batin yang harmonis. Dalam sebuah komunitas pengguna bahasa gaul misalnya, antar person seakan memiliki derajat keakraban yang sangat tinggi. Pesan yang ingin disampaikan pada lawan bicara juga tersampaikan dengan baik.
Fenomena munculnya "bahasa ibu" yang baru ini agaknya menarik untuk dibicarakan. Dan lagi, fenomena ini ternyata membawa dampak bagi perkembangan bahasa jawa. Perkembangan bahasa gaul dan kelestarian bahasa jawa berbanding terbalik. Ketika generasi muda, khususnya pelajar dan mahasiswa, mulai rame-rame menggunakan bahasa gaul, pada saat yang sama, mereka meninggalkan bahasa jawa. Kalau memang fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, tentu bahasa jawa tidak lagi relevan untuk di ajarkan. Toh dengan bahasa yang baru tersebut mereka dapat berkomunikasi dengan lancar. Dan, jika pengajaran bahasa jawa hanya berorientasi pada pelestarian bahsa jawa, pertanyaannya adalah: kenapa mesti dilestarikan? Untuk apa bahsa yang tidak lagi efektif sebagai alat komunikasi kita lestarikan?
Di Malang, kita mengenal bahasa malangan, atau bahasa walikan. Dikalangan kaum muda, bahasa ini tidak lagi menjadi barang aneh. Bahkan para pemuda yang belum mengerti dengan bahasa ini dianggap kuper, kuno, dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Kalau faktanya seperti itu, kenapa bukan bahasa malangan saja yang diajarkan di sekolah-sekolah? Pertanyaan ini penting berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi yang sengaja dilaksanakan untuk menggali potensi daerah.
Sebelum berbicara lebih lanjut tentang pengajaran bahasa daerah, tidak ada salahnya jika kita mengkaji landasan hukum pengajaran bahasa daerah yang tertuang dalam undang-undang Nomor 20 tahun2003 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas). Dalam UU Sisdiknas Pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa "Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a. pendidikan agama, b. pendidikan kewarganegaraan, c. bahasa, d. matematika, e. ilmu pengetahuan alam, f. ilmu pengetahuan sosial, g. seni dan budaya, h. pendidikan jasmani dan rohani, i. keterampilan/ kejuruan, dan j. muatan lokal."
Selanjutnya dalam penjelasan UU No. 20 tahun 2003 Pasal 37 ayat (1), mengenai bahasa dan muatan lokal adalah sebagai berikut; Bahan kajian bahasa mencakup bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dengan pertimbangan.
1. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional
2. Bahasa daerah merupakan bahasa ibu peserta didik, dan
3. Bahasa asing terutama bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global.
Dari sini jelas bahwa bahasa malangan, secara hukum sah untuk diajarkan pada para pelajar yang ada di Malang.
Tentang kekhawatiran sebagian orang akan matinya bahasa jawa, kita mengaca pada kematian bahasa sansekerta dan bahasa latin. Kedua bahasa itu sekarang dikenal orang sebatas idiom-idiom yang mungkin dirasa masih perlu. Dan, bahasa jawa kedepan, mungkin akan mengalami nasib yang sama. Orang-orang di masa depan akan mengatakan bahwa bahasa jawa adalah: tut wuri handayani; ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa.
Beberapa hal yang mesti kita perhatikan, yang pertama fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Semakin efektif suatu bahasa dalam menyampaikan pesan, maka bahasa tersebut akan ramai-ramai dipergunakan orang. Yang kedua, bahasa malangan adalah bahasa ibu bagi kaum muda di Malang. Oleh karenanya, pengajaran bahasa daerah bagi pelajar di Malang yang dimaksud oleh UU Sisdiknas adalah bahasa malangan, bukan bahasa jawa yang berakar pada tradisi keraton jawa tengahan.
M. Haninul Fuad Guru Bahasa dan Sastra Indonesia pada SMA Mamba'unnur Gading Bululawang Malang

Tidak ada komentar: