Kamis, 17 April 2008

Meretas Cakrawala dengan Membaca

Oleh: M. Haninul Fuad*)

"Buku: senjata yang kukuh dan berdaya hebat untuk melakukan serangan maupun pertahanan terhadap perubahan sosial, termasuk perubahan dalam nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan"
(Muchtar Lubis)

Tidak ada kata lain yang pantas diucapkan menyikapi minat baca masyarakat Indonesia kecuali: "Memprihatinkan!". Taufiq Ismail yang sekarang gencar melancarkan program gemar membaca di kalangan remaja (anak-anak sekolah) lewat "Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB)" dan "Sastrawan Bicara Mahasiswa Membaca (SBMM)" dalam berbagai kesempatan mengungkap kegundahgulanaan hatinya. Ia mengatakan –yang mungkin membuat sebagian orang bosan- "Kita telah menjadi bangsa yang rabun membaca buku dan lumpuh menulis". Ungkapan ini tentunya punya alasan yang sangat kuat. Dan, benar adanya, persoalan kita adalah minat baca yang rendah.

Sebagai gambaran awal, sastrawan yang jebolan kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengungkapkan data yang membuat kita tercengang (bagi yang masih punya peduli). Dalam data itu disebutkan, buku yang ada di perpustakaan sekolah yang wajib di baca oleh siswa dan siswa menulis tentang buku itu di beberapa negara adalah sebagai berikut:
SMA di Singapura (6 judul); Malaysia (6 judul); Thailand Selatan (5 judul); Brunai Darusalam (7 judul); Jepang (15 judul); Kanada (13 judul); USA (32 judul); Jerman (22 judul); Int’l School Swiss (15 judul); Rusia (12 judul); Perancis 20-30 judul); Nederland (30 judul); Indonesia jaman Belanda (25 judul); SMA Indonesia sekarang sampai tahun 2001 (0 judul).
Kenapa 0 judul? Apapun jawabnya, yang jelas angka itu memposisikan Indonesia pada urutan yang paling buncit. Mungkin masyarakat kita belum mengetahui manfaat membaca. Mungkin juga mereka, belum tahu bagaimana membaca yang baik, yang dapat mewujudkan apa yang kita inginkan.

Hernowo, dalam bukunya "Quantum Reading" yang sempat laris manis, memberikan informasi masa depan pembaca. Pada halaman 33 disebutkan bahwa manfaat khusus kegiatan membaca adalah terhindar dari kerusakan jaringan otak di masa tua. Membaca buku dapat menumbuhkan syaraf-syaraf baru di otak. Tapi sayang, meski sudah tahu begitu besar manfaat membaca, sudut-sudut rumah masih dibiarkan kosong tanpa buku. Malahan, diisi dengan barang-barang pajangan dan perabot rumah tangga.
Perpustakaan sekolah yang merupakan sumber pengetahuan memiliki beberapa permasalahan. Selain permasalahan tidak tersedianya buku-buku bermutu, tidak jarang perpustakaan sekolah sepi pengunjung. Kedua hal ini memiliki korelasi yang signifikan. Pengelola perpustakaan sekolah enggan menambah koleksi buku baru lantaran sedikitnya pengunjung. Sedangkan pengunjung menjadi malas mendatangi perpustakaan sekolah yang koleksi bukunya sedikit dan kuno. Bahkan perpustakaan sekolah hampir mirip dengan museum yang memajang benda-benda purbakala.
Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia ditinjau dari sudut ekonomi sedikit banyak dapat dimaklumi. Pendapatan perkapita masyarakat terlalu sedikit untuk dibelikan buku. Jangankan untuk beli buku, untuk kebutuhan sehari-hari yang sifatnya primer pun masih kurang. Oleh karenanya, langkah beberapa kepala sekolah untuk melengkapi koleksi perpustakaan sekolah dengan buku-buku bermutu dan fasilitas internet sebagai layanan virtual library patut diacungi jempol.

Peningkatan layanan perpustakaan sekolah akan membawa dampak positif bagi minat baca warga warga sekolah yang mencakup guru, siswa, dan pegawai sekolah. Namun begitu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yang pertama pengunjung setia perpustakaan sekolah masih dari golongan tertentu, belum mencakup seluruh warga sekolah. Yang kedua, sosialisasi program-program perpustakaan sekolah perlu ditingkatkan, mengingat masih banyaknya warga yang belum tahu atau tidak mau tahu dengan program-program tersebut. Pada intinya pihak pengambil keputusan dalam hal ini kepala sekolah mesti menjemput bola. Kalau perlu personil perpustakaan keliling ke kelas-kelas untuk menawarkan program baru dan buku-buku baru agar semua elemen tahu kalau perpustakaan yang dimiliki selalu di up date.

Rendahnya minat baca masyarakat membuat kita jauh tertinggal dengan negara-negara lain. Sementara orang sudah bisa menginjakkan kakinya di bulan, kita masih bermimpi di siang bolong. Orang jepang sudah sejak lama menanam dengan media air (hidroponik) kita malah asik dengan kesuburan tanah kita, yang jika tanah tersebut menjadi gersang kita tidak tahu bagaimana menanganinya.

Selama ini kita masih disibukkan dengan hal-hal yang sifatnya teoritis. Misalnya, kalau tiba-tiba nilai ujian nasional siswa kita tiba-tiba jelek maka kita beramai-ramai menyalahkan sistem. Padahal, sebagai bagian dari sistem pendidikan tentunya kita juga harus ikut bertanggung jawab. Bukan hanya guru dan siswa saja, keterlibatan komite sekolah juga memiliki andil yang cukup besar. Yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama saat ini adalah bagaimana melaksanakan ide-ide teoritis yang penulis yakin semua memilikinya tersebut menjadi pergerakan yang sifatnya praktis. Taufiq Ismail sudah memulainya, kapan di sekolah kita?

Harapan penulis, dengan ditingkatkannya pelayanan perpustakaan sekolah dapat diimbangi dengan minat membaca yang tinggi. Percuma perpustakaan itu dibangun kalau sekedar sebagai pelengkap infrastruktur sekolah saja. Dengan begitu kata pepatah "gayung telah bersambut". Mari meretas cakrawala tanpa batas ini dengan gemar membaca!
*) M. Haninul Fuad adalah Penggiat Taman Baca, Guru SMA Terbuka Mamba’unnur Gading Bululawang Malang

Tidak ada komentar: